"Saya setuju sepenuhnya bahwa wanita dilarang tampil di panggung
atau pokoknya di muka umum!" kata seorang Kiai.
"Apa maksud Kiai?!" mereka bertanya.
"Ya pokoknya tidak boleh tampil!" jawab Kiai tegas.
"Tak boleh naik panggung?"
"Tak boleh!"
"Pidato? Baca Qur'an?"
"Tak boleh!"
"Lho! Bagaimana ini! Bagaimana kalau jalan-jalan keluar rumah?
Itu
berfungsi sebagai panggung?"
"Ya! Wanita tidak boleh tampil!"
"Kalau begitu taruh saja kaum wanita di dalam lemari atau kulkas,
atau bungkus dalam karung!"
"Lho, kenapa harus begitu?" Kiai ganti bertanya.
"Katanya tidak boleh tampil...?"
Kiai tertawa. "Yang namamya wanita tampil itu adalah manusia yang
menampilkan kewanitaannya," katanya
"Kalau Benazir Bhutto berpidato, yang tampil adalah seorang
perdana menteri. Benazir menampilkan kepemimpinannya, intelektualitasnya,
prestasinya, fungsi sosialnya dan bukan kewanitaannya" lanjut Kiai
"Jadi maksud saya 'wanita dilarang tampil' ialah dalam konteks
bahwa seorang manusia yang kebetulan berjenis kelamin wanita itu tidak
boleh menonjolkan benda atau unsur-unsur kewanitaannya, entah melalui
sensualitas, lenggak-lenggok merangsang, atau bentuk ekspresi kewanitaan
apapun. Allah melarang wanita tampil sesungguhnya dengan maksud agar kaum
wanita tertantang untuk mensosialisasikan prestasi kemanusiaannya. Kalau
yang disosialisasikan adalah aspek seksualnya, entah lewat pacaran
liberal, lewat buka-buka paha di film atau tabloid, itu dilarang oleh
segala pertimbangan dan peradaban yang sehat..."
0 disinilah.:
Posting Komentar